Dalam
“Halaqah Jurnalistik”, Ustadz Fuad Al Hazimi menyinggung tentang
memaknai kerja media sebagai bagian dari jihad dan amar ma’ruf nahi
munkar. “Setiap jurnalis muslim yang bekerja di sebuah media tertentu
bergantung pada niatnya. Apakah sekedar mencari berita atau sebatas
kerja mencari nafkah saja.”
“Seyogianya, jurnalis muslim, baik ia seorang wartawan, penulis,
kolumnis, harus memegang prinsip amar maruf nahi munkar. Itu penting,
sehingga orientasinya dunia-akhirat. Prinsip amar maruf nahi munkar
adalah pokok agama dan tiang penyangga kaum muslimin, dan hukumnya
fardhu ‘ain. Tentunya sesuai dengan kemampuan masing-masing,” jelas Ust
Fuad.
Sebelum berprofesi apapun, kita ini semua da’i. Prinsip amar maruf
nahi munkar itu sendiri adalah mengingkari kebatilan. Tidak cukup dalam
hati, tapi berbuat sesuatu untuk menolaknya. “Lihatlah, musuh Allah
menggunakan alat yang sangat canggih untuk menebar propagandanya.
Sementara kita baru mulut ke mulut. Harus diakui, peran media internet
itu luar biasa, penyebarannya hingga ke segala penjuru.”
Mengutip Ibnul Arabi berkata: “Amar Nahi munkar adalah salah satu
pokok di antara pokok-pokok Ad Dien, salah satu tiang di antara tiang
utama penyangga kaum muslimin dan khilafah Rabbil alamin serta tujuan
terbesar dari diutusnya para Rasul. Hukumnya adalah fardhu ‘ain atas
setiap manusia baik berdua, bertiga maupun sendirian sesuai kemampuan
masing-masing”.
Selain itu, amar ma’ruf nahi mungkar adalah bukti nyata baro’ah kita. Syaikh Muhammad Hamid Al Fakky menjelaskan :“Sesungguhnya
hikmah dari mengingkari kebathilan adalah agar manusia mengetahui bahwa
perbuatan itu merupakan maksiat yang sangat dibenci Allah. Dan itu
tidak cukup hanya dengan mengingkarinya di dalam hati. Akan tetapi harus
benar-benar menjauh dari para pelakunya, memboikot mereka, menyatakan
secara terang-terangan pengingkaran itu kepada mereka serta bara’ah
(berlepas diri) dari mereka”.
“Karena itu, media Islam harus menjadi kontrol social, menyampaikan
mana yang hak dan mana batil. Diamnya media Islam sama dengan sikap
menyetujui,” jelas Ust Fuad.
Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi dalam I’dad Al Qadah Al Fawaris bi Hajril Madaris : hal 6, mengatakan, “Adapun
bersikap diam dan hanya mengingkari di dalam hati justru akan menjadi
alasan dan hujjah bagi para ahli maksiat itu bahwa para ulama mendiamkan
saja kemungkaran mereka bahkan menyetujuinya..!!!!”
Selanjutnya amar ma’ruf nahi mungkar adalah bukti keimanan. Dalam QS Ali Imron 104), Allah Berfirman: “Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar
merekalah orang-orang yang beruntung.
Amar ma’ruf nahi mungkar adalah bagian dari Jihad. “Terkadang kita
memandang sebuah amal itu kecil, padahal besar nilainya di mata Allah.
Atau sebaliknya. Karena itu manajemen kerja itu penting. Mengingat media
bisa merubah kata-kata menjadi kekuatan. Bahkan sama kuatnya dengan
senjata.”
Mereka yang berjihad dengan penanya, ganjarannya bukan main-main.
Dalam sebuah hadits shahih dijelaskan: “Kalimat yang utama adalah yang
mengingatkan penguasa zalim. Seorang yang mengingatkan pemimpin zalim
dan tiran sebagai bentuk amar ma’ruf nahi mungkar, lalu ia terbunuh,
maka ia bukan sekedar syahid, tapi juga pemimpin para syahid.” Semoga
nasihat ini menjadi penyemangat jurnalis muslim dimanapun berada.
(voaislam)
Jihadnya jurnalis media Islam tak kalah dahsyatnya dengan Jihad bersenjata
Related Articles
If you enjoyed this article click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Posting Komentar